Kei Besar, 22 Juli 2020. Pukul 11:30 WIT bertempat di Desa Bombai, Kecamatan Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku telah dilaksanakan penyerahan secara sukarela satwa liar berupa 1 (satu) ekor Pelandu Aru/Kanguru Tanah (Thylogale brunii) oleh masyarakat yang bernama Roy Fautngilyanan warga Desa Bombai
Kegiatan penyerahan satwa tersebut diterima langsung oleh petugas dari Resort Tual Seksi Konservasi Wilayah III Saumlaki dengan disaksikan oleh perwakilan dari Kecamatan Kei Besar dan Polsek Kei Besar.
Dari informasi yang diberikan oleh pemilik satwa tersebut diketahui bahwa beliau mendapatkan satwa tersebut dengan cara membeli dari masyarakat sekitar, satwa tersebut diketahui tertangkap jebakan babi yang dipasang oleh masyarakat. Dikarenakan yang bersangkutan mengetahui bahwa satwa tersebut statusnya dilindungi maka yang bersangkutan berinisiatif menyerahkan satwa tersebut kepada petugas BKSDA Maluku untuk dilepasliarkan.
Dari hasil pemeriksaan petugas diketahui bahwa satwa tersebut berjenis kelamin jantan dengan perkiraan usia diatas 2 tahun dan kondisinya masih sangat liar. Oleh karena itu pada jam 15:30 WIT bertempat di Kawasan Konservasi Cagar Alam Daab yang berada di Kabupaten Maluku Tenggara.
Sumber : Kacuk Seto Purwanto, S.Hut (POLHUT Balai KSDA Maluku)
8 ekor Kakatua Maluku yang hendak dilepasliarkan. Foto : Dok. BKSDA Maluku
Wahai, 22 Juli 2020. Pukul 10.00 WIT, bertempat di Kilokoma Resort Masihulan SPTN (Seksi Pengelolaan Taman Nasional) I Wahai Kawasan Konservasi Taman Nasional (TN) Manusela Kabupaten Maluku Tengah telah dilakukan kegiatan pelepasliaran satwa liar endemik Pulau Seram dan dilindungi undang-undang.
Satwa-satwa yang dilepasliarkan berupa 2 (dua) ekor Kasuari Gelambir Ganda (Casuarius casuarius), 4 (empat) ekor Kasturi Tengkuk Ungu (Lorius domicella), 2 (dua) ekor Nuri Maluku (Eos bornea), 12 (dua belas) ekor Perkici Pelangi (Trichoglossus haematodus) dan 8 (delapan) ekor Kakatua Maluku (Cacatua moluccensis).
Seekor Kasuari Gelambir Ganda yang telah dilepasliarkan. Foto : Dok. BKSDA Maluku
Burung-burung tersebut merupakan satwa hasil sitaan, temuan dan penyerahan secara sukarela dan telah menjalani proses karantina dan rehabilitasi di Kandang Transit Seksi Konservasi Wilayah II Masohi dan Pusat Rehabilitasi Satwa (PRS) Masihulan.
Kegiatan pelepasliaran dilaksanakan oleh petugas dari SKW II Masohi dan disaksikan langsung oleh Kepala SPTN I Wahai, Kepala Resort Masihulan dan staf PRS Masihulan.
Kasturi Tengkuk Ungu yang dilepasliarkan. Foto : Dok. BKSDA Maluku
Dipilihnya kawasan konservasi TN. Manusela dikarnakan kawasan tersebut merupakan habitat asli dari burung-burung tersebut, selain itu potensi sumber makanan yang melimpah serta kondisi hutan yang masih sangat terjaga diharapkan dapat membuat burung-burung tersebut dapat bertahan hidup dan jauh dari gangguan khususnya gangguan dari para pemburu liar.
Sumber : Kacuk Seto Purwanto, S.Hut (POLHUT Balai KSDA Maluku)
Proses pelepasliaran 28 Ekor Satwa Liar Endemik Pulau Seram. Video : Dok. BKSDA Maluku
Seekor Burung Kakatua Maluku yang diserahkan secara sukarela oleh warga Negeri Letwaru kepada BKSDA Maluku di Seksi Wilayah II Masohi. Foto : Dok. BSKDA Maluku
Masohi, 20 Juli 2020. Bertempat di Kantor SKW II Masohi Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku telah dilakukan penyerahan secara sukarela satwa liar yang dilindungi berupa 1 (satu) ekor burung Kakatua Maluku (Cacatua moluccensis) milik masyarakat yang bernama Fahrani Lisaholet Warga Negeri Letwaru, Kecamatan Masohi, Kabupaten Maluku Tengah.
Kegiatan penyerahan satwa tersebut diterima langsung oleh Ibu Kepala Seksi Wilayah II dan disaksikan oleh beberapa staf Polhut yang bertugas di kantor seksi. Dari informasi yang diberikan kepada petugas diketahui bahwa burung tersebut ditangkap di sekitan kebun masyarakat, hal ini dikarenakan pada saat ini disebagian kawasan kebun atau hutan yang berada di wilayah Pulau Seram sedang memasuki masa musim buah-buahan seperti dukuh dan langsat sehingga banyak burung-burung turun untuk bermain dan mencari makan.
Dari hasil pemeriksaan oleh petugas seksi diketahui bahwa burung tersebut dalam kondisi sehat namun sifatnya sedikit sudah mulai jinak oleh karena itu rencannya burung tersebut akan di bawa ke Pusat Rehabilitasi Satwa (PRS) Masihulan untuk di karantina dan direhabilitasi sebelum burung tersebut dilepasliarkan.
Kondisi saat ini di Pulau Seram sedang memasuki musim buah-buahan sehingga menyebabkan banyak burung-burung ditangkap untuk diperjual belikan dan dipelihara, maka untuk meminimalisir aktifitas tersebut rencananya petugas dari SKW II Masohi akan meningkatkan kegiatan sosialiasi, patroli dan pengawasan di wilayah-wilayah yang rawan akan aktifitas penangkapan dan penjualan TSL ilegal.
15 ekor burung Perkici Pelangi berhasil diamankan petugas SKW II Masohi saat patroli peredaran TSL di Amahai, Kabupaten Maluku Tengah. Foto : Dok. BKSDA Maluku
Amahai, 18 Juli 2020. Patroli peredaran dan kepemilikan satwa liar yang dilindungi oleh petugas Seksi Konservasi Wilayah II Masohi Balai KSDA Maluku di wilayah Negeri Sepa dan Negeri Tamilouw Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.
Di wilayah Negeri Sepa dan Negeri Tamilouw banyak ditemukan masyarakat menangkap dan menjual jenis burung Nuri Maluku (Eos bornea) dan Perkici Pelangi (Trichoglossus haematodus) seharga Rp.50.000 s/d Rp. 100.000 per ekornya. Burung-burung tersebut sengaja disimpan dan dipajang di depan rumah penduduk untuk ditawarkan kepada masyarakat yang kebetulan melintas di daerah tersebut.
Lokasi masyarakat menangkap burung-burung tersebut tidak jauh dari wilayah kebun atau hutan milik masyarakat, dari informasi yang diberikan oleh salah satu masyarakat kepada petugas diketahui bahwa saat musim buah langsat tahun ini mereka sangat terganggu dengan kehadiran burung-burung tersebut apalagi datang dalam jumlah yang sangat banyak.
Hasil pantauan petugas di lokasi kebun dan sekitar hutan yang berada di kedua negeri tersebut ditemukan terdapat sangat banyak burung Nuri Maluku (Eos bornea) dan Perkici Pelangi (Trichoglossus haematodus) sedang bermain dan mencari makan di sekitar kebun dan hutan milik masyarakat.
Sosialisasi terkait perlindungan burung-burung ini petugas coba sampaikan kepada masyarakat dan dari hasil sosialisasi tersebut akhirnya secara sukarela masyarakat Negeri Sepa menyerahkan sebanyak 7 ekor burung Perkici Pelangi (Trichoglossus haematodus) dan masyarakat Negeri Tamilouw menyerahkan sebanyak 8 ekor burung perkici Pelangi (Trichoglossus haematodus).
Saat ini burung-burung hasil penyerahan secara sukarela dari masyarakat tersebut sudah diamankan di kantor SKW II Masohi, dikarenakan kondisi burung-burung tersebut dalam kondisi sehat dan sangat liar maka kami berencana akan melepasliarkan burung-burung tersebut di dalam kawasan TN Manusela.
Sumber : Kacuk Seto Purwanto, S.Hut (POLHUT Balai KSDA Maluku)
Korban pegawai PLN yang digigit buaya ditolong oleh masyarakat, Selasa (14/07). Foto: FB: Saleh Vhan
Buru Selatan, 14 Juli 2020. Pukul 11:00 WIT ketika korban sedang menuju ke lokasi tempat bekerja yang berada di Desa Waetawa Kecamatan Waesama melihat disekitar sungai Nala ada pohon kelapa yang tumbang dan menimpa jaringan kabel PLN. Melihat hal tersebut, korban dibantu dengan beberapa temannya berencana untuk membetulkan gangguan jaringan kabel tersebut.
Dikarenakan posisi gangguan jaringan kabel tersebut berada di tengah sungai maka korban turun ke sungai untuk mengambil rakit, pada saat mengambil rakit tersebut tiba-tiba korban diserang dan digigit buaya pada bagian pinggang, beruntung korban berhasil menyelamatkan diri ketepi sungai.
Korban bernama Abdul Wahab bekerja di PLN Wamsisi Kabupaten Buru Selatan, saat ini korban sudah dibawa ke RSUD Namrole untuk menjalani perawatan akibat luka gigitan buaya pada bagian pinggang dan paha.
Informasi yang diperoleh dari petugas Resort Buru diketahui bahwa buaya yang menyerang masyarakat tersebut mempunyai panjang sekitar 4 meter. Di sungai Nala sudah sering terjadi buaya memangsa ternak warga bahkan sudah beberapa kali ada masyarakat yang diserang oleh buaya.
Wilayah Pulau Buru merupakan salah satu habitat asli Buaya Muara (Crocodylus porosus) yang ada di Kepulauan Maluku, hampir disetiap sungai yang berada di pulau tersebut merupakan habitat buaya, oleh karena itu petugas dari Resort Buru selalu aktif melakukan sosialisasi perihal kewaspadaan pada saat melakukan aktifitas di sekitar sungai.
Selain itu untuk menghindari agar kejadian serupa tidak terulang kembali, rencananya Balai KSDA Maluku akan memasang papan himbauan dan papan pemberitahuan di lokasi-lokasi pada sungai Nala sebagai bahan informasi agar selalu berhati-hati jika melakukan aktifitas di sekitar sungai tersebut.
Penyerahan seekor Buaya Muara oleh warga Negeri Larike yang diwakili oleh Anggota Polsek Leihitu Barat kepada Kepala Resort Wilayah Pulau Ambon Bpk. Denny Soewarlan, S.H. Foto: Dok. BKSDA Maluku
Ambon, Selasa 14 Juli 2020 pukul 09:00 WIT bertempat di Sungai Waiseket Negeri Larike, Kecamatan Leihitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Petugas Balai KSDA Maluku bersama-sama dengan petugas dari Polsek Leihitu Barat telah menerima penyerahan secara sukarela satwa liar yang dilindungi Undang-undang yaitu 1 (satu) ekor Buaya Muara (Crocodylus porosus) dari warga Negeri Larike.
Buaya tersebut ditangkap oleh masyarakat pada hari Sabtu tanggal 11 Juli 2020 Pukul 11:00 WIT. Ditangkapnya buaya tersebut dikarenakan lokasi tempat buaya tersebut berada di wilayah sungai yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat untuk keperluan rumah tangga seperti mencuci dan mandi sehingga ditakutkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Proses pengikatan mulut dan kaki buaya oleh petugas BKSDA Maluku, Anggota Polsek Leihitu Barat dan warga Negeri Larike. Foto : Dok. BKSDA Maluku
Dari keterangan yang diberikan oleh masyarakat diketahui bahwa penangkapan buaya di sungai tersebut merupakan kejadian yang ke dua kalinya. Saat ini masih terdapat 1 (satu) ekor buaya yang belum tertangkap dan masih berkeliaran di wilayah sungai tersebut, oleh karena itu masyarakat mengharapkan kepada Pihak Balai KSDA Maluku untuk segera menangkap dan memindahkan buaya tersebut agar masyarakat tidak resah atau takut melakukan aktifitas di sungai tersebut.
Saat ini buaya hasil penyerahan dari masyarakat Negeri Larike sudah diamankan di Kandang Transit Passo untuk menjalani proses pemeriksaan kesehatan, karantina dan rehabilitasi sebelum buaya tersebut dilepasliarkan. Dari hasil pemeriksaan kesehatan yang sudah dilakukan oleh dokter hewan Balai KSDA Maluku diketahui bahwa buaya tersebut berjenis kelamin betina dengan panjang badan 137 cm dan dalam kondisi sehat. Buaya tersebut akan dikarantina dan direhabilitasi terlebih dahulu sambil mencari lokasi yang cocok untuk pelepasliaran.
Proses pengukuran ukuran tubuh buaya muara. Foto : Dok. BKSDA Maluku
Rencananya lokasi pelepasliaran akan dilaksanakan di dalam kawasan konservasi Suaka Alam (SA). Sungai Nief yang berada di Seram Bagian Timur atau kawasan Taman Nasional (TN) Manusela yang berada di Kabupaten Maluku Tengah. Lokasi-lokasi tersebut merupakan salah satu habitat asli dari Buaya Muara (Crocodylus porosus) yang berada di Pulau Seram.
Terkait permintaan masyarakat agar pihak Balai KSDA Maluku segera menangkap dan memindahkan buaya yang masih tersisa di wilayah sungai tersebut akan segera ditindak lanjuti dengan membentuk tim untuk melakukan pengamatan, observasi dan penangkapan buaya tersebut. Observasi dilakukan untuk mengetahui apakah di wilayah sungai tersebut merupakan habitat buaya atau bukan serta untuk mengetahui secara pasti jumlah buaya yang masih tersisa.
Foto bersama BKSDA Maluku dengan Polsek Leihitu Barat saat Penyerahan Buaya Muara di Negeri Larike. Foto : Dok. BKSDA Maluku
Buaya Muara (Crocodylus porosus) merupakan salah satu satwa yang dilindungi oleh Undang-undang oleh karena itu, diharapkan kepada masyarakat jika suatu saat menemukan atau menangkap buaya harap segera melapor kepala Call Center Balai KSDA Maluku untuk dilakukan penanganan lebih lanjut.
Masyarakat melihat bangkai seekor Buaya Muara di bibir pantai Dusun Papora. Foto: dok. BKSDA Maluku
Seram Bagian Barat, 11 Juli 2020. Ditemukan seekor bangkai Buaya Muara (Crocodylus porosus) di Dusun Papora, Negeri Luhu, Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku.
Pada pukul 10:30 WIT salah satu masyarakat Negeri Luhu yang akan hendak berangkat menuju kebun melihat seekor buaya berada disekitaran hutan mangrove. Melihat hal itu selanjutnya masyarakat tersebut segera memberi tahu beberapa masyarakat yang berada tidak jauh dari lokasi untuk bersama-sama melihat kondisi buaya tersebut.
Setelah didekati, ternyata buaya tersebut sudah dalam kondisi mati. Pukul 11:40 WIT, Aparat Pemerintahan Negeri Luhu menghubungi Kepala Resort Piru yang berada di Kota Piru perihal ditemukannya bangkai buaya di Dusun Papora.
Bangkai seekor Buaya Muara yang ditemukan masyarakat di Dusun Papora. Foto : Dok. BKSDA Maluku
Hingga pada pukul 17:00 WIT, setelah dilakukan observasi oleh petugas Polhut dari Resort Piru, buaya tersebut dimusnahkan dengan cara dikubur di lokasi yang tidak jauh dari tempat penemuannya.
Dari hasil observasi yang sudah dilakukan, diketahui bahwa buaya tersebut memiliki panjang 325cm dan tidak ditemukan adanya luka yang diakibatkan oleh benda tajam atau benda tumpul. Kemungkinan buaya tersebut sudah mati sekitar 2 hari lalu, hal ini dapat dilihat dari kondisi tubuhnya yang masih bagus dan belum tercium bau bangkai.
Seekor Ular Piton Tanimbar yang dilepaskan kembali ke alam. Foto: Dok. BKSDA Maluku
Saumlaki, 07 Juli 2020, sekitar pukul 11:00 WIT bertempat di kawasan hutan Desa Batu Putih Kecamatan Wermaktian Kabupaten Kepulauan Tanimbar telah dilakukan pelepasliaran ke habitat aslinya sebanyak 1 (satu) ekor ular Piton Tanimbar (Simalia nauta). Ular tersebut merupakan hasil penyerahan secara sukarela dari pengelola Goffin Lab. Kepada petugas Seksi Konservasi Wilayah III Saumlaki pada hari Senin tanggal 06 Juli 2020.Kegiatan pelepasliaran dilaksanakan oleh petugas SKW III Saumlaki dan disaksikan langsung oleh staf Goffin Lab. serta beberapa masyarakat sekitar dan dilaksanakan dengan tetap menerapkan protokol pencegahan penyebaran Covid-19.
Dari keterangan yang diberikan oleh pengelola Goffin Lab. kepada petugas SKW III Saumlaki, diketahui bahwa ular tersebut sengaja ditangkap karena berada di dalam kandang karantina milik Goffin Lab. dan sedang dalam kondisi memangsa 1 (satu) ekor burung Kakatua Tanimbar (Cacatua goffiniana). Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh petugas SKW III dan di bantu oleh pengelola Goffin Lab. yaitu Dr. Mark O’Hara diketahui ular tersebut memiliki panjang sekitar 190 cm dan dalam kondisi sangat sehat.
Pengukuran Ular Piton Tanimbar oleh salah satu pengelola Goffin Lab. Foto: Dok. BKSDA Maluku
Ular Piton Tanimbar (Simalia nauta) merupakan salah satu jenis satwa endemik Kepulauan Tanimbar sehingga penyebarannya hanya terbatas di wilayah kepulauan tersebut, tingginya permintaan satwa tersebut untuk dijadikan hewan peliharaan atau koleksi turut mempengaruhi perkembangan populasinya di alam. Dipilihnya lokasi pelepasliaran di kawasan hutan yang berada di Desa Batu Putih Kecamatan Wermaktian Kabupaten Kepulauan Tanimbar dikarenakan kawasan hutan tersebut kondisinya masih sangat terjaga sehingga sumber pakan alaminya seperti tikus dan burung-burung kecil masih melimpah, selain itu lokasinya yang jauh dari pemukiman dan aktifitas masyarakat membuat satwa tersebut aman dari aktifitas perburuan.
Foto bersama sebelum pelepasliaran satwa liar dilindungi berlokasi di Bukit Batu Putih, Jailolo Selatan. Foto : Dok. BKSDA Maluku
Ternate, ditengah maraknya penyebaran serta upaya penanggulangan virus Covid-19 di Indonesia, upaya konservasi satwa liar terus dilakukan dengan tetap mengikuti standar pencegahan penyebaran Covid-19 yang berlaku, berdasarkan surat dari Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Nomor: S.327/KKH/AJ/KSA.2/6/2020 tanggal 20 April 2020 perihal Pelepasliaran Satwa Aves BKSDA Maluku dan Surat Tugas (ST) Kepala Balai PPHLK Wilayah Maluku Papua Nomor: ST.304/BPPHLHK.5/TU/06/2020 tanggal 29 Juni 2020 perihal Pelepasliaran Satwa Burung Ke Bukit Batu Putih, Desa Domato, Kecamatan Jailolo Selatan, Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara, maka pada hari ini Rabu tanggal 01 Juli 2020 Pukul 09:30 WIT, bertempat di kawasan hutan Desa Domato Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat telah dilakukan kegiatan pelepasliaran sebanyak 53 (lima puluh tiga) ekor satwa liar jenis burung paruh bengkok endemik Maluku Utara dengan rincian 35 (tiga puluh lima) ekor Kasturi Ternate (Lorius garrulus), 9 (sembilan) ekor Nuri Kalung Ungu (Eos squamata) dan 9 (sembilan) ekor Kakatua Putih (Cacatua alba).
Burung Kasturi Ternate, Nuri Kalung Ungu, dan Kakatua Putih yang siap untuk kembali ke habitat aslinya. Foto : Dok. BKSDA Maluku
Burung-burung yang sudah berhasil dilepasliarkan tersebut merupakan hasil dari kegiatan patroli, temuan dan penyerahan secara sukarela dari aparat TNI, Polri serta masyarakat dan statusnya sudah berkekuatan hukum tetap (Inkracht). Burung-burung tersebut sudah menjalani proses karantina dan rehabilitasi di Kandang Transit Seksi Konservasi Wilayah I Ternate 1 – 2 tahun.
Sebelum kegiatan pelepasliaran, burung-burung tersebut terlebih dahulu diperiksa kesehatannya oleh dokter hewan SKW I Ternate dan dokter hewan dari Karantina Pertanian Kelas II Ternate, pemeriksaan kesehatan burung tersebut wajib dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan, perilaku serta sifat liarnya, sesuai dengan Surat Edaran dari Bapak Direktur Jenderal KSDAE Nomor: SE.8/KSDAE/KKH/KSA.2/5/2020 tanggal 20 Mei 2020 tentang Petunjuk Teknis Pelepasliaran Satwa Liar di Masa Pandemi Covid-19.
Kepala Seksi Wilayah I Ternate beserta para saksi pelepasliaran satwa liar dilindungi. Foto : Dok. BKSDA Maluku
Dikarenakan pada kegiatan pelepasliaran burung ini melibatkan banyak orang, maka terlebih dahulu dilakukan koordinasi kepada tim Gugus Covid-19 Kecamatan Jailolo Selatan terkait permohonan izin kegiatan. Kegiatan pelepasliaran burung tersebut dilaksanakan oleh petugas dari Seksi Konservasi Wilayah I Ternate dan disaksikan langsung oleh Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Halmahera Barat, Camat Jailolo Selatan, Kepala Desa Domato, Kepala KPH Halmahera Barat, anggota Polsek Jailolo Selatan dan anggota Tim Gugus Tugas Covid-19 Kecamatan Jailolo Selatan.
Dipilihnya kawasan hutan Desa Domato Kecamatan Jailolo Selatan sebagai lokasi pelepasliaran dikarenakan kondisi hutan di lokasi tersebut masih sangat bagus dan terjaga dengan potensi sumber pakan alami yang banyak sehingga sangat cocok untuk habitat burung nuri dan kakatua, selain itu dukungan dan perhatian dari aparat pemerintahan seperti camat, polsek dan kepala desa dalam pelestarian burung-burung endemik Maluku Utara akan membuat kelestarian burung-burung tersebut aman dari gangguan khususnya gangguan dari para pemburu liar.
Kepala – kepala UPT KLHK Provinsi Maluku melakukan penanaman pohon dalam memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun 2020. Foto : Dok. BKSDA Maluku
Ambon, 19 Juni 2020. Dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2020, Balai KSDA Maluku dan beberapa UPT Kementerian LHK yang berada di Kota Ambon seperti BPDASHL Waehapu Batu Merah, BPHP XIV Ambon, BPKH Wilayah IX Ambon, BPSKL Wilayah Maluku – Papua dan Seksi II Balai GAKKUM Wilayah Maluku – Papua turut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Wali Kota Ambon sedang memberi sambutan dan arahan secara daring pada acara Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2020. Foto : Dok. BKSDA Maluku
Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2020 diselenggarakan secara daring/virtual oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan Kota Ambon. Ucapan sambutan dan pengarahan dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2020 disampaikan oleh Wali Kota Ambon yaitu Bapak Richard Louhenapessy dan disaksikan oleh beberapa Kepala UPTD Kota Ambon, Camat Se-Kota Ambon, Kepala Sekolah Se-Kota Ambon, Kepala Desa/Negeri Se-Kota Ambon dan beberapa tokoh masyarakat.
Kegiatan penanaman secara simbolis dilakukan di lahan kosong sekitar perumahan pegawai Korwil UPT Kementerian LHK Provinsi Maluku. Jenis tanaman yang ditanam adalah jenis buah-buahan lokal endemik Kepulauan Maluku seperti Tomi-Tomi (Flacourtia inermis), Kuti Kata/Buni (Antidesma bunius L,) dan Matoa (Pometia pinnata).