Pada Jumat (13/4), sebanyak 78 ekor burung yang terdiri dari 67 ekor burung Nuri Maluku (Eos bornea) dan 11 ekor burung Perkici Pelangi (Trichoglossus haematodus) dilepasliarkan kembali ke habitatnya. Burung-burung ini merupakan hasil sitaan pada kegiatan operasi bersama antara Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Maluku dan Papua, Polsek KP3 Ambon, serta BKSDA Maluku di penampungan daerah Pelabuhan Slamet Riyadi, Ambon.
Satwa tersebut rencananya hendak diperdagangkan, namun karena tidak memiliki izin pengedar dari BKSDA Maluku maka burung-burung tersebut disita oleh tim operasi. “Para pedagang diberikan pembinaan dan membuat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatannya di masa mendatang,” terang Amin Ahmadi, Kepala BKSDA Maluku dalam siaran persnya.
Burung Nuri Maluku dan Perkici Pelangi sampai saat ini memang belum termasuk dalam satwa yang dilindungi Undang-Undang. Namun, dalam perdagangan secara resmi tetap diatur dengan pemberlakuan Kuota. Hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga keberadaan dan populasinya di alam, apalagi untuk jenis Nuri Maluku yang memang burung endemik dari Kepulauan Maluku.
Untuk tahun 2018, BKSDA Maluku memiliki kuota untuk diperdagangkan jenis Nuri Maluku sebanyak 626 ekor dan Perkici Pelangi sebanyak 916 ekor. “Hal ini untuk memfasilitasi masyarakat yang hobi memelihara burung agar sesuai dengan peraturan,” lanjut Amin. Sehingga untuk para pengedar terlebih dahulu mengurus ijin peredaran sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sebelum memperjual-belikannya.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 50 ayat (3) huruf m, UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, bahwa kita dilarang untuk mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi Undang-Undang yang berasal dari dalam kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang. Bilamana kita melanggarnya maka sesuai Pasal 78 ayat (12) dapat dipidana penjara 1 tahun dan denda Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Pasca penyitaan, burung tidak langsung dilepasliarkan karena adanya getah atau lem yang menempel pada bulu-bulunya saat ditangkap di alam. Butuh waktu 40 hari untuk proses rehabilitasi di kandang transit milik BKSDA Maluku. Setelah melalui pemeriksaan dari dokter hewan Balai Karantina Pertanian Ambon, serta burung dalam kondisi sehat dan siap untuk dilepasliarkan kembali ke habitatnya.
Burung-burung ini dilepasliarkan di hutan Dusun Masihulan, Desa Sawai, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah. Dipilihnya tempat ini dikarenakan lokasi tersebut berbatasan langsung dengan kawasan konservasi Taman Nasional (TN) Manusela yang merupakan habitat burung Nuri Maluku dan Perkici Pelangi. Diharapkan agar burung burung tersebut dapat segera beradaptasi dan hidup liar sesuai dengan nalurinya.
Sumber: Rifky Firmana P. (BKSDA Maluku)