SIARAN PERS
Nomor : 759/K.19/TU/Um/7/2021
Ambon, Balai KSDA Maluku, 12 Juli 2021
Babirusa (Babyrousa spp.) merupakan satwa endemik Wallace, region ini dihuni 3 jenis babirusa yaitu babirusa Sulawesi (Babyrousa celebensis) yang sebarannya berada di Pulau Sulawesi, babirusa Togean (Babyrousa togeanensis) menyebar di beberapa pulau di Kepulauan Togean, serta babirusa Maluku (Babyrousa babyrussa). Sebaran babirusa Maluku (Babyrousa babyrussa Linnaeus, 1978) teridentifikasi meliputi Kepulauan Sula (yaitu P. Mangole dan P. Taliabu) serta Pulau Buru (SRAK Babirusa 2013-2024, KLHK 2013). Babyrousa spp. Termasuk Appendiks I CITES artinya dilarangnya perdagangan spesimen babirusa baik dalam bentuk hidup dan atau mati dan atau bagian-bagian serta produk turunanya. Satwa ini juga termasuk dalam daftar IUCN Red List sebagai jenis-jenis yang terancam punah dengan kategori Vulnerable. Secara nasional, jenis babirusa ini termasuk dalam jenis dilindungi sesuai Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, sebagaimana lampirannya diubah melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.106 tahun 2018, yang menegaskan bahwa jenis babirusa dilindungi oleh peraturan perundangan.
Babirusa Maluku pertama kali diidentifikasi sebagai sub-species dari Babyrousa babyrussa yaitu B. b. babyrussa, selanjutnya dengan pertimbangan perbedaan karakteristik morfologi babirusa Maluku sebagai jenis sendiri yaitu B. babyrussa (SRAK Babirusa 2013-2024, KLHK 2013). Di habitat alaminya khususnya di Pulau Buru, populasi satwa ini terancam akibat perburuan liar baik untuk konsumsi maupun by-catch karena pemasangan jerat babi untuk eradikasi hama pertanian, serta akibat fragmentasi habitat karena berkurangnya hutan baik untuk tujuan penebangan komersial maupun akibat pembakaran antropogenik yang berulang. Sejak survey intensif yang dilakukan pada tahun 1995 belum pernah ditemukan babirusa secara langsung kecuali jejaknya, sampai pada tahun 1997 dengan ditemukannya tengkorak babirusa dari seorang pemburu di sekitar Gunung Kapalat Mada, Pulau Buru. Sehingga terkonfirmasi bahwa Pulau Buru sebagai salah satu habitat babirusa. Informasi dari masyarakat setempat yang menyampaikan bahwa mereka pernah menjumpai babirusa di hutan-hutan pada perbukitan dan pegunungan, serta mitos setempat bahwa Babirusa akan muncul untuk menunjukkan jalan keluar bagi orang yang tersesat di dalam hutan memperkuat informasi Pulau Buru sebagai habitat babirusa secara tidak langsung. Balai KSDA Maluku tahun 2011 s.d. 2013 telah melaksanakan survey intensif di kawasan konservasi tetapi belum mendapatkan bukti perjumpaan secara langsung sehingga menjadikan keberadaan Babirusa di Pulau Buru masih danggap sebagai mitos.
Sampai pada bulan November 2019, berawal dari ditemukannya tengkorak dan tulang belulang Babirusa oleh Tim Balai KSDA Maluku yang sedang melakukan patroli rutin di kawasan Suaka Alam Masbait, sebagaimana Gambar 1. Hal tersebut menjadikan BKSDA Maluku berupaya untuk mendapatkan bukti langsung keberadaan Babirusa di Pulau Buru terutama pada areal ditemukannya tengkorak dan tulang belulang Babirusa. Upaya tersebut mendapat dukungan Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati – Ditjen KSDAE melalui Project EPASS (Enhancing the Protected Area System in Sulawesi for Biodiversity Conservation) Tahun 2020, dengan dihibahkannya peralatan survey berupa 20 buah kamera jebak dan 1 buah GPS kepada Balai KSDA Maluku. Pada Tahun 2021, upaya yang dilakukan BKSDA Maluku akhirnya membuahkan hasil, dimana dari 10 kamera jebak yang dipasang selama ± 2 bulan ( April s.d. Juni 2021) pada 7 (tujuh) lokasi yang merupakan area lintasan satwa yaitu pada areal berkubang/ bermain satwa, saltlicks (tempat menggaram) ataupun mencari pakan, hanya 1 (satu) kamera yang tidak merekam keberadaan Babirusa, Gambar 2. Selain rekaman foto Babirusa, kamera jebak yang dipasang oleh Balai KSDA Maluku juga menangkap beberapa gambar jenis satwa lain seperti Gosong Maluku (Eulopia wallacei), Burung Arika (Gallicrex cinerea), Gosong Kelam (Megaphodius freycinet buruensis), Musang/Rase (Viverra tangalunga), Biawak (Varanus salvatori), Rusa Timor (Rusa timorensis), dan Babi Hutan Sulawesi (Sus celebensis).
Kepala Balai KSDA Maluku, Bapak Danny H Pattipeilohy, S.Pi., M.Si menyatakan kegembiraannya atas keberhasilan Tim Survey Balai KSDA Maluku yang telah bekerja keras dan tidak berputus asa untuk mendapatkan bukti langsung keberadaan satwa ini dengan terekamnya foto Babirusa oleh kamera jebak. Kepala BKSDA Maluku juga menyampaikan rasa terima kasih atas dukungan Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati/KKH, sehingga dapat membuktikan bahwa satwa Babirusa khususnya di Pulau Buru belum punah di alam. Selanjutnya akan direncanakan program kegiatan untuk konservasi Babirusa khususnya di Pulau Buru seperti peningkatan patroli pengamanan, penyadartahuan masyarakat serta survey pakan/habitat. Selain itu rencananya akan dilaksanakan juga survey monitoring dengan pasang kamera trap di habitat Babirusa lainnya (seperti di P. Mangole dan P. Taliabu) untuk pembuktian langsung keberadaan babirusa Maluku.
Demikian halnya dengan Ibu drh. Indra Exploitasia, M.Si selaku Direktur KKH, Ditjen KSDAE setelah mendapat pemberitahuan hal ini menyatakan apresiasi atas upaya dan kerja keras Tim Balai KSDA Maluku dalam upaya memperoleh bukti nyata keberadaan Babirusa yang merupakan Satwa Prioritas Nasional yang dilindungi secara penuh sejak Tahun 1931. Lebih lanjut lagi, Ibu Direktur KKH menyatakan dukungan sepenuhnya untuk upaya-upaya konservasi satwa jenis ini yang akan dilakukan oleh Balai KSDA Maluku kedepannya
Informasi Lebih Lanjut :
Kepala Balai KSDA Maluku
Danny H. Pattipeilohy, S.Pi., M.Si. – HP. 0811488857
Jl. Kebun Cengkeh, Kec. Sirimau, Kota Ambon, Maluku 97128
Call Center BKSDA Maluku – HP. 085244440772
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Ditjen KSDAE
Drh. Indra Exploitasia, M.Si – Telp. (021) 5720227
Jln. Jenderal Gatot Subroto – Gd. Manggala Wanabhakti Blok VII Lantai 7 Senayan, Jakarta.