BUAYA VS MANUSIA

Langkah-Langkah Penanganan Konflik

Sejak awal tahun 2018 hingga saat ini di wilayah kepulauan Maluku dan Maluku Utara sering terjadi konflik antara buaya dengan manusia, khususnya buaya muara (Crocodylus porosus). Konflik ini bukan saja berupa serangan buaya terhadap manusia, namun juga perburuan yang dilakukan terhadap buaya sebagai upaya perlindungan diri atau upaya balas dendam atas tindakan agresif buaya yang meresahkan warga.

Berdasarkan data BKSDA Maluku, di awal tahun 2018 hingga Juli 2019 tercatat 23 konflik buaya muara (Crocodylus porosus) dengan manusia. Dua konflik terjadi di Kepulauan Maluku Utara, dimana keduanya berupa perburan yang dilakukan atas kemunculan buaya yang meresahkan masyarakat. Sedangkan di Kepulauan Maluku terjadi 21 (dua puluh satu) konflik, dimana 7 (tujuh) konflik berupa serangan buaya, sedangkan sisanya berupa perburuan buaya. Banyak korban berjatuhan akibat konflik ini, bukan hanya manusia saja melainkan buaya itu sendiri. Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) BKSDA Maluku, tercatat 5 orang meninggal dunia dan 4 orang cedera akibat konflik ini. Rata-rata korban sedang mencari ikan pada malam hari saat penyerangan terjadi. Sedangkan di sisi satwa-nya, 9 ekor buaya muara mati dibunuh; 2 ekor cedera; 8 ekor masih dalam proses pencarian, dan hanya 4 ekor saja yang berhasil ditranslokasikan ke habitat aslinya.

Gambar 1. Proses pelepasliaran buaya ke habitat aslinya di Suaka Alam Sungai Nief (27/02/2019).

Tingginya upaya balas dendam yang dilakukan manusia akibat penyerangan buaya tersebut, bukan saja menimbulkan korban dari kedua pihak, melainkan menghambat upaya konservasi yang diatur dalam UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Kondisi ini akan menyebabkan buaya dan manusia mengalami konflik yang tidak berkesudahan. Manusia akan terus merasa resah atas kehadiran buaya sehingga enggan melakukan upaya penyelamatan atau perlindungan buaya. Di sisi lain, buaya muara (Crocodylus porosus) itu sendiri merupakan salah satu satwa liar yang dilindungi Undang-Undang sesuai PP 7 Tahun 1999 jo lampiran PERMENLHK  No. 106 tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi sehingga keberadaannya tidak boleh diganggu. 

BKSDA Maluku terus melakukan upaya penanggulangan konflik ini melalui beberapa kegiatan, antara lain:

  • Pemantauan langsung ke lokasi munculnya buaya hasil laporan petugas atau masyarakat sekitar;
  • Pemasangan jerat;
  • Patroli pemantauan buaya;
  • Pemeriksaaan kesehatan buaya oleh tenaga medis;
  • Translokasi buaya ke habitat aslinya.
2

Gambar 2. Pemantauan lokasi kemunculan buaya yang dilakukan oleh Kepala BKSDA Maluku di Pantai Wayari, Kab. Maluku Tengah

Gambar 2. Pemantauan lokasi kemunculan buaya yang dilakukan oleh Kepala BKSDA Maluku di Pantai Wayari, Kab. Maluku Tengah

Gambar 2. Pemantauan lokasi kemunculan buaya yang dilakukan oleh Kepala BKSDA Maluku di Pantai Wayari, Kab. Maluku Tengah

3

Gambar 2. Pemasangan jerat yang dilakukan oleh tim Wildlife Rescue Unit (WRU) BKSDA Maluku bersama masyarakat

Gambar 2. Pemasangan jerat yang dilakukan oleh tim Wildlife Rescue Unit (WRU) BKSDA Maluku bersama masyarakat

Gambar 2. Pemasangan jerat yang dilakukan oleh tim Wildlife Rescue Unit (WRU) BKSDA Maluku bersama masyarakat

WhatsApp Image 2019-08-12 at 22.02.03

Gambar 2. Patroli pemantauan buaya yang dilakukan tim BKSDA Maluku

Gambar 2. Patroli pemantauan buaya yang dilakukan tim BKSDA Maluku

Gambar 2. Patroli pemantauan buaya yang dilakukan tim BKSDA Maluku

previous arrow
next arrow

Sedangkan sebagai upaya pencegahan konflik, BKSDA Maluku melakukan pemasangan papan larangan/peringatan/himbauan di lokasi yang diperkirakan terdapat buaya. Selain itu, sosialisasi kepada masyarakat juga dilakukan baik secara langsung maupun melalui media sosial (berupa poster, video, maupun artikel)  terkait penyelamatan dan perlindungan buaya. BKSDA Maluku juga menyediakan fasilitas call center yang dapat dihubungi 7 x 24 jam untuk menerima laporan kemunculan atau konflik buaya yang terjadi di Kepulauan Maluku dan Maluku Utara. Melalui call center ini diharapkan penanganan konflik buaya dengan manusia di Kepulauan Maluku dan Maluku Utara jauh lebih efektif dan efisien.

Gambar 3. Contoh papan himbauan waspada keberadaan buaya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *